Obskuritas Bisnis Anti Kejahatan Fisik

Bencana besar yang terjadi di NTT, lebih dari 160 orang meninggal dan banyak lagi masalah sangat berat lainnya, sungguh menunjukkan keterbatasan manusia dan betapa bejatnya mereka yang menghambat kemajuan manusia (mungkin saya juga termasuk di antaranya). 

Dalam keadaan pasca-bencana masalah pertahanan dan keamanan manusia menjadi sesuatu yang sangat serius. Segala yang kita jalani hari demi hari tanpa berpikir, artikulasi arti dari kriminalitas, hak atas properti, menjadi luar biasa penting di sana. 

Urusan kejahatan fisik itu seperti bisnis yang tak ada inovasi, kesannya, karena hasil yang kita nikmati itu tidak gembar-gembor, dan kalaupun ada penjahat yang digagalkan selalu metodenya itu-itu aja: Dilacak, dikejar, disergap. Tapi di balik itu sebenarnya teknologi yang digunakan dan kepintaran yang dibutuhkan harus terus berkembang terus menerus. 

Di sinilah ada ketidak-sambungan antara investor dan venture, entah solusinya simpel atau tidak saya tidak cukup background untuk mengerti, tapi yang saya tahu pasti kejahatan di bidang ancaman kedaulatan dan kriminalitas semakin bertumbuh dan berkembang, dan kenyataan bahwa banyak dari kita bisa hidup tenang seharusnya merujuk kepada semakin canggihnya para penjaga pertahanan dan keamanan kita. 

Mungkin saya mengerti salah satu masalah besarnya, yaitu semua orang harus berhak atas hal itu. Tentu saja, dan saya yakin hanya dengan berada saja manusia itu berkontribusi kepada keadilan, bukan masalah hak, bukan masalah persamaan derajat, tapi masalah kapitalisme/kontribusi, contoh: orang di hulu menganggap membuang kotoran di sungai itu tidak masalah, sampai mereka melihat orang di hilir diare karena mereka, orang duduk duduk di pinggir lorong mengurungkan pencuri atau perampok untuk beraksi malam-malam, orang hidup sendiri di rumah kosong dan tidak keluar-keluar rumah memberi kontras tentang keadaan orang lain dan dia pada umumnya serta memberi informasi tentang prevalensi konsep properti di komunitas tersebut. Jadi saya menganggap keberadaan manusia itu adalah keberadaan keadilan, kecuali mereka secara aktif berusaha untuk tidak adil, dan semua orang berhak atas segalanya, kalau belum bisa setidaknya hal yang mendasar. Tapi biar bagaimanapun, yang berterima kasih itu mengaktifkan sirkuit ekonominya... maksudnya yang berterimakasih itu meningkatkan ketersediaan solusi dibanding yang tidak, masak demi mau menjaga kesan "adil" orang menyangkal kebenaran?

Akhirnya yang terjadi adalah, mereka yang "mengerti" dan hidup dalam bayangan, disanjung-sanjung. Dan mereka yang mau terbuka, malah akan dibilang ilegal, tukang suap, atau pemain kotor. Ini kemunafikan yang tidak baik. Terbuka maupun tidak terbuka, sejarah menunjukkan bahwa sama saja, segala barang dan jasa butuh sirkuit balas jasa untuk bisa dipertahankan. Dan demi kebohongan ini, orang-orang sudah dilenakan dan dibuat tidak siap-siap berinvestasi akan hal ini. 

Lalu mereka yang mengerti dibilang pinter mereka yang tidak dibilang bodo, seakan semua harus perduli akan hal yang sama... kan tidak adil, orang mau berspesialisasi malah dihina... padahal sebenarnya masalahnya bukan ada pada orang tersebut, tapi pada keberpihakan pada setan yang selalu tidak mau terang-terangan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Matthew 6:34, worries and the system of money

Piracy and Expectation

The Golden Sticker v.07