Salah satu post di whatsapp group pro Jokowi

Banyak orang menyadari bahwa terjadi perubahan besar belanja APBN dan Belanja masyarakat sejak Jokowi memimpin negara ini.
APBN yg dulunya mungkin sampai 30% “liar” dalam perekonomian sekarang sudah lebih “jinak” dan tidak beredar dengan cara yg sama lagi.
Hal ini mengakibatkan perubahan pola belanja yg drastis dan cukup mengagetkan pelaku ekonomi.

Uang uang yang dulunya tidak “resmi” dan tidak berani diakui keberadaannya sekarang bermunculan di database perbankan dan perpajakan. Sumber sumber penghasilan berupa uang tunai jauh berkurang dan yg memilikinya dalam jumlah sangat besar semakin mau berinvestasi di lembaga keuangan resmi.

Perubahan ini mengakibatkan para pelaku ekonomi mengubah cara mereka berinvestasi. Dengan disiplin disiplin teori ekonomi yang semakin relevan, ekspektasi mereka akan investasi investasi  yang menguntungkan di Indonesia dianggap relatif tidak akan mengecewakan, sehingga langkah langkah konkrit melibatkan kredit dalam jumlah banyak pun dilakukan.

Perubahan itu di satu sisi memberi tekanan pada GDP sehingga pertumbuhan ekonomi seharusnya terkoreksi secara signifikan. Ada 2 macam tekanan yang bisa saya identifikasi (diakibatkan oleh hal ini) yaitu

1. Berkurangnya penghasilan pedagang akibat orang memilih menabung uangnya.
2. Penghematan belanja negara dialokasikan untuk membayar pembiayaan luar negeri.
3. Proyek proyek infrastruktur tidak memutar uang secara langsung. Gairah ekonomi dari infrastruktur butuh waktu untuk bangkit karena bersifat baru, butuh waktu bagi pasar untuk mempersiapkan supply atas demand demand yang baru. Ditambah lagi pembiayaan infrastruktur juga diambil dari subsidi BBM yg mempengaruhi konsumsi juga.

Tetapi ekonomi Indonesia tetap bertumbuh malah ratenya meningkat walaupun “hanya” 0,2 persen sejak Jokowi memimpin.

Menurut saya tekanan peningkatan GDP bersumber dari hal hal berikut:
1. Kredit proyek pemerintah dan belanja negara
2. Inovasi dan peningkatan skill pelaku bisnis. Serta investasi masa lalu yg berbuah di bidang teknologi.
3. Kepercayaan para investor untuk memulai bisnis bisnis modern di Indonesia.

Saya berani mengatakan bahwa 5,2 persen pertumbuhan ekonomi kita sebenarnya besar sekali kemajuannya dan angka 0,2 persen itu tidak bisa disamakan artinya dengan pertumbuhan negara negara yang tidak melakukan pembenahan internal yang ekstrim seperti kita.

Kalau kita maju terus seperti ini maka pemerintahan yang bersih akan membawa negara ini melesat dengan mengagumkan.
Tapi kalau kita mundur lagi, akan sangat sangat sangat berbahaya. Karena perubahan sifat perekonomian akan terjadi lagi, memastikan pada investor dalam maupun luar negeri, resiko berinvestasi di Indonesia terlalu besar.

Pernahkah anda melihat orang yang sangat malas? Bahkan dirinya sendiri pun tidak berani berbuat apa apa untuk dirinya sendiri. Negara yang tidak pasti return on investmentnya akan terkenal sebagai negara yang malas.

Memilih Prabowo konsekuensinya terlalu besar menurut pendapat saya, dan memilih Jokowi berarti pengharapan baru ada bagi orang yang paling tidak dipandang sekalipun.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Matthew 6:34, worries and the system of money

Piracy and Expectation

The Golden Sticker v.07